Powered By Blogger

Jumat, 03 Juni 2011

Tafsir surat Al-mumtahanah ayat 8 dan 9

Al-Mumtahanah 8-9

Artinya: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

Artinya: Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Perintah untuk memerangi kaum kafir (non muslim) yang diuraikan oleh ayat-ayat yang lalu boleh jadi menimbulkan kesan bahwa semua non muslmi harus dimusuhi. Untuk menampik kesan keliru ini ayat-ayat di atas menggariskan prinsip dasar hubungan interaksi antara kaum muslimin dan non muslim. [1]
Karena apabila kita tidak mengkaji ayat ini secara benar dikhawatirkan akan terjadi salah penafsifran yang kemudian menimbulkan perpecahan terhadap sesama.
Ayat di atas  secara tegas menyebutkan nama Allah  Yang Maha Kuasa dengan menyatakan: Allah yang memerintahkan kamu bersikap tegas  terhadap orang kafir-walaupun kekuarga kamu tidak melarang kamu  menjalin hubungan dan berbuat baik terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama tidak pula memerangi kamu  karena agama tidak pula mengusir kamu dari negri kamu. Kalau demikian, jika dalam interaksi social mereka berada  dipihak yang benar,  sedang salah seorang  dari kamu berada di pihak yang salah, maka kamu harus membela dan memenangkan mereka.
 Firman-Nya: lam yuqatilukum / tidak memerangi kamu menggunakan bentuk mudhari / present tense. Ini dipahami sebagai bermakna “memerangi secara factual sedang memerangi kamu”, sedang kata fi yang berarti dalam mengandung isyarat bahwa ketika itu mitra bicara  bagaikan berada dalam wadah tersebut sehingga tidak ada dari mereka yang keuar dari wadah itu.  Dengan kata fi ad-din / dalam agama tidak masuklah peperangan  yang disebabkan karena kepentingan  duniawi yang tidak ada hubungannya dengan agama, tidak termasuk pula siapapun yang tidak termasuk factual memerangi umat islam.
            Kata tabarruhum termbil dari kata birr yang berarti kebajikan yang luas. Salah satu nama Allah swt adalah al-Bar. Ini karena demikian luas kebajikan-Nya. Dataran yang terhampar dipersada bumi ini dimnamai bar karena luasnya. Dengan karena penggunaan kata tersebut oleh ayat diatas, tercermin izin untuk melakukan aneka kebajikan bagi non muslim, selama tidak membawa dampak negative bagi umat islam. Kata tuqitshu terambil dari kata qisth yang berarti adil. Bisa juga diphami dalam arti bagian. Pakar tafsir dan hokum Ibn’ Arabi memahaminya demikian dan atas dasar itu menurutnya ayat di atas menyatakan: “Tidak melarang kamu member (se)bagian dari harta kamu kepada mereka.” Rujuklah ke QS. al-Baqarah [2]: 272untuk memahami lebih banyak mengenai persoalan ini.
            Al-Biqa’i memahami penggunaan kata ilaihim / kepada mereka yang dirangkaikan dengan kata  tuqsithu itu sebagai isyarat bawha hal yang diperintahkan ini hendaknya dihantar hingga sampai kepada mereka. Hal itu – tulis ulama itu lebih jauh – mengisyaratkan bahwa sikap yang diperintahkan ini termasuk bagian dari hubungan yang diperintahkan, dan bahwa itu tidak akan berdampak negative bagi umat islam – walau mereka memaksakan diri mengirimnya dari jauh, karena memang Allah suka kelemahlembutan dalam segala hal dan member imbalan atasnya dan apa yang tidak diberikan-Nya melalui hal-hal lain.
            Sayyid Quthub berkomentar ketika menafsirkan ayat diatas bahwa islam adalah agama yang damai, serta akidah cinta. Ia suatu system yang bertujuan menangi seluruh alam dengan naungannya yang berupa kedamaian. Tidak ada yang meghalangi arah tersebut kecuali tindakan agresi musuh-musuh-Nya dan musuh-musuh penganut agama ini.  Adapu jika mereka itu bersikap damai, maka islam sama sekali tidak berminat untuk melakukan permusuhan dan tidak juga berusaha melakukannya. Walaupun dalam keadaan bermusuhan, islam tetap memelihara dalam jiwa factor-faktor keharmonisan hubungan yakni kejujuran tingkah laku perlakuan yang adil menanti datangnya waktu dimana lawan-lawannya dapat menerima kebajikan yang ditawarkannya sehingga mereka bergabung dibawah panji-panjinya. Islam sama sekali tidak berputus asa mananti hari dimana hati manusia akan menjadi jernih dan mengarah kea rah yang lurus itu.
Dalam ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa Dia tidak melarang orang-orang yang beriman berbuat baik, mengadakan hubungan persaudaraan, tolong-menolong dan hantu-membantu dengan orang-orang kafir selama mereka tidak mempunyai niat menghancurkan Islam dan kaum muslimin, tidak mengusir dari negeri-negeri mereka dan tidak pula berteman akrab dengan orang-orang yang hendak mengusir itu. Dalam ayat ini diterangkan bahwa Allah SWT hanyalah melarang kaum muslimin bertolong-tolongan dengan orang-orang yang menghambat atau menghalangi manusia di jalan Allah, dan memurtadkan kaum muslimin sehingga ia berpindah kepada agama lain, yang memerangi, mengusir dan membantu pengusir kaum muslimin dari negeri mereka. Dengan orang yang semacam itu Allah melarang dengan sangat kaum muslimin berteman dengan mereka.  Pada akhir ayat ini Allah SWT mengancam kaum muslimin yang menjadikan musuh-musuh mereka sebagai teman bertolong-tolongan dengan mereka, jika mereka melanggar larangan Allah ini, maka mereka adalah orang-orang yang zalim.[2]



2 komentar: